Kepastian yang Tak Pasti

Lantunan azan mengiringi seluruh bagian kampus di siang hari yang cukup panas di tengah perkotaan. Banyak mahasiswa yang berteduh di bawah pohon, gazebo, dan bangunan kampus. Mereka semua tampak gerah karena sudah lama mereka tidak merasakan suasana seperti ini setelah dua tahun kuliah secara daring akhirnya bisa merasakan kegiatan belajar secara offline,  meski begitu pihak kampus menjalankan kuliah offline secara bertahap untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

Kebijakan yang dibuat tidak menghalangi mahasiswa untuk datang ke kampus sehingga kampus selalu ramai setiap hari sekalipun di hari libur dan terlihat seperti dulu yang dipenuhi beragam aktifitas yang dilakukan mahasiswa, hanya saja yang membedakan adalah kantin sebagian besar masih tutup yang membuat mahasiswa harus ke minimarket atau pesan secara online jika ingin makan. 

Tak sedikit juga kampus menjadi pilihan mahasiswa untuk mengerjakan skripsi karena memiliki suasana yang nyaman dan bisa berinteraksi bahkan berdiskusi dengan teman seperjungan yang membuat mengerjakan menjadi lebih asyik. Ada juga yang melakukan bimbingan dengan dosen di kampus karena lebih enak dan mudah jika membutuhkan referensi bisa langsung pergi ke perpustakaan.

Ya bimbingan, benar bimbingan, setidaknya itu yang diharapkan tiga mahasiswa tingkat akhir ketika datang ke kampus. Ana, Ani, dan Andi ingin cepat-cepat menyelesaikan masa studi yang sudah amat sangat terlambat ketika teman-teman yang lain sudah lulus bahkan sudah bekerja. 

Mereka berkumpul di lobi dekat dengan ruang dosen menunggu kabar dari Pak Anto, sang dosen pembimbing apakah hari ini jadi bimbingan atau tidak.

"Sudah ada kabar belum?", Tanya Andi

"Belum nih, udah aku WA tapi masih ceklis dua.", Ani tampak kebingungan

"Duh masa iya ga jadi lagi ini, jauh-jauh dari desa kalau hasilnya nihil begini kan jadi males", gerutu Ana yang hendak memukul meja lantaran kesal kena harapan kosong dari sang dosen.

Ini bukan kali pertama mereka gagal bimbingan dengan Pak Anto, mereka sudah sering merasakan pahitnya harapan ketika hendak bimbingan dengan beliau baik offline maupun online. Sebenarnya tidak masalah karena jika tidak bisa beliau langsung mengusulkan hari pengganti, tetapi masalah utamanya adalah beliau mengabarkan saat mendekati waktunya atau sudah telat sekali. Kalau bimbingan dilaksanakan secara online tentu tidak masalah karena masih bisa mengerjakan aktifitas lain, kalau bimbingan offline  tentu membuang waktu dan biaya karena rumah mereka bertiga lumayan jauh dan butuh waktu dua setengah jam untuk datang ke kampus. 

Mereka bisa saja mengajukan pergantinan dosen pembimbig ke prodi, sayangnya dosen yang menyanggupi membimbing mereka hanya Pak Anto karena hanya beliau yang paham dengan topik skripsi yang mereka pakai.

Sudah 30 menit mereka menunggu tapi masih belum ada kepastian dari Pak Anto. Sampai-sampai cemilan yang hendak mereka makan setelah bimbingan sekarang sudah habis saking bingungnya hendak berbuat apa.

"Apa kita pulang saja kali ya? Sekalian kabari beliau kita minta ganti hari soalnya ini sudah gelap banget, bisa-bisa pulang basah kuyup kita", tanya Ani sambil menunjuk langit berwarna hitam memberikan tanda bahwa hujan akan segera turun. 

"Hmmm boleh, tapi apa kita tidak menunggu lima belas menit lagi gitu?", usul Andi yang masih asyik mengunyah biskuit. Mereka pun terdiam dalam kesunyian dan benar-benar pasrah apapun yang terjadi karena ya mau bagaimana lagi mereka sudah berusaha sebisa mereka.

Tiba-tiba telepon genggam Ani berdering dan ternyata pesan dari Pak Anto.

Selamat siang Ani, mohon maaf saya baru balas karena ada keperluan mendadak. Untuk bimbingan hari ini saya bisa ke kampus cuma kemungkinan hanya setengah jam karena saya masih ada urusan lain. Kalau berkenan kita undur besok bagaimana? Terserah kalian mau offline atau online, tapi saya janji kali ini akan bisa hadir tepat waktu.

Mereka membaca balasan tersebut dengan muka sedih, lagi lagi dan lagi mereka terkena harapan kosong. Mana mungkin mereka bimbingan dalam waktu setengah jam? Gila kali otak mereka sepintar apa menangkap semua saran dan kritik dari beliau.

Akhirnya diputuskan bimbingan ditunda besok secara online dan mereka pulang dengan tangan kosong sembari berharap besok bukanlah hari dengan harapan kosong seperti hari-hari sebelumnya.

3 komentar

  1. Tipikal dosen masa kini banget dah Pak Anto *meringis bacanya

    BalasHapus
  2. Semoga cepet kelar yaa, skripsiannyaaa!!

    BalasHapus
  3. Tetap semangat ya, Ana, Ani dan Andi. Coba baca-baca novel Raditya Dika supaya lebih mencairkan suasana gundah gulana selama bimbingan, ya

    BalasHapus