Komunikasi Sungguh Sederhana Sampai Pesan Singkat Menyerang

Komunikasi di zaman sekarang memiliki banyak cara mulai dari via telepon, mengobrol secara langsung, sampai chatting melalui aplikasi seperti Facebook, Telegram, dan Instagram. Semua cara komunikasi yang ada saat ini pastinya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Misalnya, berkomunikasi via telepon memiliki kelebihan bisa mengobrol via suara meskipun terpisah jarak yang cukup jauh dan lebih mudah mengekspresikan sesuatu. Kekurangannya adalah dibutuhkan koneksi dan sinyal yang bagus agar suara terdengar dengan jelas.

Dari semua cara komunikasi yang ada menurutku chatting melalui aplikasi adalah cara yang paling merepotkan. Kenapa merepotkan? Karena banyak hal random bisa terjadi kapanpun, biasanya yang terjadi adalah menemukan orang yang senang chat dengan singkat. Membacanya saja butuh kemampun seperti dukun yang bisa menafsirkan segala macam pesan.

Semua ini sering terjadi saat aku mulai menjadi mahasiswa di mana saat menghubungi orang yang lebih tua seperti dosen, pengurus prodi (program studi), sampai rektorat. Aku merasa mahasiswa sebagai yang lebih muda itu harus lebih sopan kepada mereka dibanding mereka yang sopan kepada mahasiswa. Misalnya, ketika kita menghubungi dosen itu dimulai dari salam, perkenalan diri, sampai menjelaskan apa maksud kita menghubungi, bisa-bisa membentuk satu paragraf kali ya. Sayangnya balasan yang didapat terkadang hanya satu kata bahkan disingkat menjadi satu huruf seperti "ya", "ok", atau "y", senang sih mendapatkan respon tetapi kalau sedikit seperti itu rasanya nyesek saja.

Sementara itu ketika mahasiswa melakukan kesalahan seperti typo, kelupaan kata-kata, sampai salah redaksi yang didapat teguran habis-habisan berupa tidak memiliki etika ketika menghubungi. Melihatnya saja sudah seperti gila hormat dan bikin jengkel saja. 

Walaupun aku tahu sebenarnya ada beberapa alasan seseorang senang balas chat singkat dengan singkatan seperti yang diungkap oleh Vivi Wasriani pada tulisannya yang bertajuk "Mengungkap Alasan Seseorang Hobi Balas Chat Singkat Sekaligus Menyingkat Kata" di Mojok. Akan tetapi tetap saja untuk di lingkungan pendidikan itu kurang bagus. Tidak bagusnya karena di lingkungan pendidikan itu kan menjunjung tinggi nilai etika dan kesopanan, akan aneh saja jika berkomunikasi seperti ini terlihat tidak menggambarkan sebagai civitas akademik.

Mengirim pesan dengan singkatan bisa menimbulkan berbagai multitasfir, seperti singkatan "mkn" memiliki dua makna yaitu "makan" dan "makin". Aku yang membacanya pun ikut bingung, kalau semisal bertanya lagi maksud pesan itu apa yang ada malah kena tegur. Aku memaklumi jika pada saat itu mereka sedang terburu-buru atau sedang berada di suatu rapat genting sehingga harus diam-diam membuka telepon genggam dan membalas dengan cepat. Akan tetapi jika terus-menerus seperti itu bukankah menjadi kebiasaan yang buruk? Dan menghilangkan citra kewibawaannya. 

Aku berpikir hal seperti ini sebenarnya tidak bagus, takutnya ketika para mahasiswa  yang dulu diperlakukan seperti ini oleh para petinggi kampus menjadi petinggi kampus, mereka akan melakukan hal serupa kepada mahasiswa dan itu akan terjadi terus menerus bagaikan sebuah lingkaran yang tidak ada ujungnya. Mau sampai kapan begini terus?

Jika kita hidup di masa lampau di mana komunikasi masih menggunakan SMS wajar jika tulisannya singkat dan menggunakan singkatan. Dahulu untuk mengirim satu SMS hanya dibatasi 160 karakter, jika lebih satu karakter saja makan akan dihitung sebagai dua SMS yang otomatis biayanya akan semakin mahal. 

Jika sudah seperti ini, sebaiknya sebagai mahasiswa hanya bisa legowo menerima balasan seperti itu. Harus mencoba paham juga dengan kenyataan yang ada entah itu benar atau hanya tipuan semata. Akan tetapi ketika menjadi petinggi di kampus jangan sampai yang mereka alami juga terjadi kepada mahasiswa yang akan datang. 

1 komentar

  1. Aku sering denger dari curha tan temenku soal respons dosennya untuk kepentingan skripsi dia. Jujur, aku lumayan kesel sih kalo dosen yang jawabnya super singkat, atau bahkan cuma di-read doang. Sementara mahasiswanya uring-uringan sampe stress mikirin tugas ke depannya bakal gimana. Aku sampe mikir, lah mereka kan dosen ya, iya tau petinggi di kampus, tapi masa nge-treat mahasiswanya kayak ga beretika begitu. Ketika mahasiswa dituntun untuk super sopan sama dosen, tetapi di sisi lain dosennya sendiri yang kadang-kadang enggak menghargai hal itu. Btw, aku yakin engvak semua dosen kayak gitu yak. Cuma aku setuju aja sama pendapatmu ini. Ga tau si alasan si dosen bersikap seperti itu kenapa~

    Semangattt

    BalasHapus